A.
Renungkanlah
Ketika kita
melihat keluarga yang bahagia alangkah senangnya. Mereka saling menyayangi,
menghormati, dan mengasihi. Hidup saling berbagi juga indah. Ada orang yang
membutuhkan, ada orang yang memberikan. Hidup ini terasa sempurna jika semuanya
saling memahami akan kebutuhan hidupnya masing-masing.
Akan tetapi,
kita sering saksikan dalam kehidupan banyak yang jauh menyimpang dari ajaran
Islam, seperti perilaku durhaka kepada kedua orang tua, tidak menuruti nasihat
orang tua dan guru, dan tidak menghargai guru. Perilaku ini apabila dibiarkan
akan merugikan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain sehingga akan membuat
kehidupan ini tidak nyaman dan tidak tenteram.
Sebagai anak-anak muslim, kita seharusnya tidak melakukan perilaku seperti
itu. Bahkan, kita harus menasihati teman-teman yang sering melakukan perbuatan
tersebut.
Kita harus
peduli, merasakan apa yang dirasakan teman kita. Kita wajib menghormati kedua
orang tua kita yang telah membesarkan kita. Kita juga wajib menghormati
guru-guru kita karena dari merekalah kita sekarang ini bisa membaca dan
menulis.
Sikap empati
atau peduli terhadap orang lain, menghormati orang tua, serta menghormati guru
merupakan perilaku terpuji yang harus dijunjung tinggi agar kita menjadi
manusia yang sempurna.
B.
Mari Berempati
Empati adalah
keadaan mental yang membuat orang merasa dirinya dalam keadaan, perasaan atau
pikiran yang sama dengan orang lain. Dalam istilah lain, empati dapat diartikan
sebagai kemampuan untuk menyadari diri sendiri atas perasaan seseorang, lalu
bertindak untuk membantunya.
Empati
merupakan sifat terpuji Islam menganjurkan hambanya memiliki sifat ini. Empati
sama dengan rasa iba atau kasihan kepada orang lain yang terkena musibah. Islam
sangat menganjurkan sikap empati, sebagaimana firman Allah Swt. dalam Q.S.
an-Nisa/4: 8.
وَإِذَا
حَضَرَ الْقِسْمَةَ أُولُو الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينُ
فَارْزُقُوهُمْ مِنْهُ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلا مَعْرُوفًا (٨)
“Dan
apabila sewaktu pembagian itu hadir beberapa kerabat, anak-anak yatim, dan
orang-orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang baik”. (Q.S. an-Nisa4: 8).
Ayat tersebut
menjelaskan apabila ada kerabat, anak yatim, dan orang miskinyang ikut
menyaksikan pembagian warisan, maka mereka diberi bagian sekadarnya sebagai
atau tali kasih. Kepedulian terhadap mereka perlu ditumbuhkan.
Sikap empati ini akan timbul apabila:
1. Dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang
lain,
2. Mampu menempatkan diri sebagai orang lain,
dan
3. Menjadi orang lain yang merasakan. Terkait
sikap empati ini, Rasulullah saw. bersabda.
عَنْ
اَبِيْ مُوْسَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه
وسلم اَلْمُؤْمِنِيْنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا (
اَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ )
“Dari
Abi Musa r.a. dia berkata, Rasulullah saw. bersabda, ‘Orang mukmin yang satu
dengan yang lain bagai satu bangunan yang bagian-bagiannya saling mengokohkan.
(H.R. Bukhari)
Hadis di
atas, secara tidak langsung mengajarkan kepada kita untuk bisa merasakan apa
yang dirasakan orang mukmin yang lain. Apabila ia sakit, kita pun merasa sakit.
Apabila ia gembira, kita pun merasa gembira.
Allah Swt.
menyuruh umat manusia untuk berempati terhadap sesamanya. Peduli dan membantu
antar sesama yang membutuhkan. Allah Swt. sangat murka kepada orang-orang yang
egois dan sombong.
Perilaku empati terhadap sesama dalam kehidupan sehari-hari dapat diwujudkan
dengan cara:
1. peka terhadap perasaan orang lain,
2. membayangkan seandainya aku adalah dia,
3. berlatih mengorbankan milik sendiri, dan
4. membahagiakan orang
lain.
C.
Mari Menghormati Orang Tua Kita
Siapakah orang
yang paling dekat dengan kamu sejak lahir? Tentu kedua orang tuamu, ukan? Merekalah yang membawa kamu ke dunia ini
dengan izin Allah Swt.
Jasa mereka
besar sehingga kamu tidak akan mampu menghitungnya, antara lain:
1. Ibu mengandung dengan penuh susah payah, dan
melahirkan dengan mempertaruhkan nyawanya;
2. Ibu menyusui selama dua tahun dengan penuh
kasih sayang dan terjaga malam hari karena memenuhi kebutuhan anaknya;
3. Ibu dan ayah memelihara kita sehingga kita
siap untuk hidup mandiri;
4. Ibu dan ayah bekerja keras untuk memenuhi
keperluan keluarga;
5. Ibu dan ayu memberi bekal pendidikan;
6. Ibu dan ayah memberikan
kasih sayang dengan ikhlas tanpa meminta balasan.
Begitu besar
jasa orang tua sehingga kita sebagai anak wajib hukumnya berbuat baik kepada
keduanya. Allah Swt. memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada
keduanya, sebagaimana firman-Nya:
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ لا
تَعْبُدُونَ إِلا اللَّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى
وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ
ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلا قَلِيلا مِنْكُمْ وَأَنْتُمْ مُعْرِضُونَ (٨٣)
“Dan (ingatlah)
ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil, “Janganlah kamu menyembah selain
Allah, dan berbuatbaiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan
orang-orang miskin. Dan bertuturkatalah yang baik kepada manusia, laksanakanlah
salat
dan tunaikanlah
zakat.” Tetapi kemudian kamu berpaling (mengingkari), kecuali sebagian kecil
dari kamu, dan kamu (masih menjadi) pembangkang.” (Q.S.al-Baqarah/2: 83).
Pada penggalan ayat,وَبِالْوَالِدَيْنِ
اِحْسَانَا Allah Swt. menegaskan bahwa kita
harus berbuat baik kepada kedua orang tua.
Terkait dengan
ini, Imam Abu Daud dan Baihaqi meriwayatkan sebuah hadi£ dari Abdullah
bin Amru sebagai berikut.
عَنْ
عَبْدِاللهِ ابْنِ عُمِرَ قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ اِلَى رَسُوْلِ اللهِ صلى الله
عليه وسلم فَقَالَ : جِئْتُ أُبَايِعُكِ عَلَى الْهِجْرَةِ وَتَرَكْتُ اَبَوَيَّ
يَبْكِيَانِ فَقَالَ ارْجِعْ اِلَيْهِمَا فَأَضْحِكْهُمَا كَمَا اَبَكَيْتَهُمَا (
رواه البيهَقي )
“Dari Abullah bin Umar berkata. Seseorang datang kepada Rasulullah
saw. Dan berkata, “Aku akan berbaiat kepadamu untuk berhijrah, dan aku
tinggalkan kedua orang tuaku dalam keadaan menangis.” Rasulullah saw. bersabda,
“Kembalilah kepada kedua orang tuamu dan buatlah keduanya tertawa sebagaimana
engkau telah membuat keduanya menangis.” (H.R. Baihaqi)
Hadis di atas menegaskan kepada kita agar tidak sekali-kali
mengecewakan kedua orang tua kita.
Perilaku
menghormati kedua orang tua dapat diwujudkan dengan cara berikut ini.
1. Ketika orang tua masih hidup:
a. Memperlakukan keduanya dengan sopan dan
hormat;
b. Membantu pekerjaanya;
c. Mengikuti nasihatnya (apabila nasihat itu
baik);
d. Membahagiakan keduanya.
2. Ketika orang tua sudah meninggal;
a. Jika keduanya muslim, kamu dapat mendoakan
mereka setiap saat agar mendapat ampunan Allah Swt; Doa yang diajarkan
Rasulullah saw. demikian:
اَللّٰهُمَّ
اغْفِرْلِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا
كَمَا رَبَّيَا نِيْ صَغِيْرًا
“Ya Allah, ampunilah aku dan kedua orang tuaku dan rahmatilah
mereka sebagaimana keduanya telah memeliharaku pada waktu kecil.”
b. Melaksanakan wasiatnya;
c. Menyambung dan melanjutkan silaturahmi yang
dahulu sudah dilakukan oleh kedua orang tua;
d. Menjaga nama baik
mereka.
Bacalah cerita berikut !
Umar dan Janda Tua
Pada suatu
malam, Khalifah Umar bersama Aslam mengunjungi kampung yang terpencil. Khalifah
terperanjat mendengar seorang gadis kecil menangis. Mereka segera bergegas
mendekati asal suara itu. Setelah dekat, Umar melihat seorang perempuan tua
tengah memanaskan panci di atas tungku api, sambil mengaduk-aduk isi panci
dengan sendok kayu yang panjang.
Umar pun menanyakan perihal anaknya yang menangis itu. Ibu tersebut
menjawab, “Aku memasak batu-batu ini untuk menghibur anakku. Inilah kejahatan
Khalifah Umar bin Khattab. Ia tidak mau melihat rakyatnya yang sengsara Sungguh
kejam! Sejak dari pagi kami belum makan. Anakku pun kusuruh berpuasa, dengan
harapan ketika waktu berbuka kami mendapat rejeki. Namun, ternyata tidak.
Anakku terpaksa tidur dengan perut kosong. Aku mengumpulkan batu-batu kecil dan
memasaknya untuk membohongi anakku, dengan harapan ia akan tertidur. Ternyata
tidak, mungkin karena lapar, ia bangun dan menangis minta makan.”
Mendengar keluhan si Ibu, dengan air mata berlinang Khalifah Umar bangkit
dan mengajak Aslam cepat-cepat pulang ke Madinah. Tanpa istirahat lagi, Umar
segera memikul gandum di punggungnya untuk diberikan kepada janda tua yang
sengsara itu.
Ketika sampai
di tempat, Khalifah Umar meletakkan karung berisi gandum dan beberapa liter
minyak samin ke tanah, kemudian memasaknya. Setelah masak Khalifah Umar meminta
Si Ibu membangunkan anaknya. Wanita itu berkata, “Terima kasih, semoga Allah
membalas perbuatanmu.”
Sebelum pergi Khalifah Umar menyuruh si Ibu untuk datang menemui Khalifah
Umar, karena Khalifah akan memberikan haknya sebagai penerima santunan negara.
Esok harinya wanita itu pergi menemui Khalifah Umar bin Khattab
r.a. Tatkala wanita tersebut bertemu dengan sang Khalifah, betapa terkejutnya
dia. Tak dinyana Khalifah Umar adalah orang yang memanggulkan dan memasakkan gandum
tadi malam. (Sumber: Kisah Penuh Hikmah, Anisa Widiyarti)
D.
Mari Menghormati Guru
Kita harus berbuat baik atau berbakti kepada kedua orang tua. Kita
juga diperintahkan untuk berbuat baik atau berbakti kepada guru. Gurulah yang
telah mendidik dan mengajarkan ilmu kepada kita. Sebagai pendidik, guru
membentuk kita menjadi manusia yang beriman, mengerti baik dan buruk, berbudi
pekerti luhur, dan menjadi orang yang bertanggung jawab, baik kepada diri
sendiri, masyarakat, bangsa, maupun negara.
Gurulah yang menjadikan kita orang yang pandai dan memahami ilmu pengetahuan.
Dengan demikian, kita akan memperoleh kedudukan yang tinggi di hadapan Allah
Swt., sebagaimana firman-Nya.
...
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ
دَرَجٰتٍ
”...Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan
orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat...” (Q.S.
al-Mujadalah/58:11)
Cara berbakti kepada guru, antara lain dengan bersikap:
1. Mengucapkan salam
apabila bertemu;
2. Memperhatikan apabila
diajak bicara di dalam dan di luar kelas
3. Rendah hati, sopan, dan menghargai;
4. Melaksanakan nasihatnya;
5. Melaksanakan tugas
belajar dengan ikhlas.
Bacalah kisah berikut !
Imam Syafi’i
Hormat kepada Gurunya
Dikisahkan,
Imam Syafi’i yang sedang mengajar santri-santrinya di kelas, tiba-tiba
dikejutkan kedatangan dengan seseorang berpakaian lusuh, kumal dan kotor.
Seketika itu Imam Syafi’i mendekati dan memeluknya. Para santri kaget dan heran
melihat perilaku gurunya itu. Mereka bertanya: “Siapa dia wahai Guru, sampai
engkau memeluknya erat-erat. Padahal ia kumuh, kotor, dan menjijikkan?”
Imam
Syafi’i menjawab: “Ia guruku. Ia telah mengajariku tentang perbedaan antara
anjing yang cukup umur dengan anjing yang masih kecil. Pengetahuan itulah yang
membuatku bisa menulis buku fiqh ini.”
Sungguh mulia akhlak Imam Syafi’i. Ia menghormati semua
guru-gurunya, meskipun dari masyarakat biasa.
Rangkuman
1. Empati adalah keadaan
mental yang membuat orang merasa dirinya dalam keadaan, perasaan atau pikiran
yang sama dengan orang lain.
2. Perilaku empati dalam
kehidupan sehari-hari dapat diwujudkan dengan peka terhadap perasaan orang
lain, membayangkan seandainya dia adalah aku, berlatih mengorbankan milik
sendiri, dan membahagiakan orang lain.
3. Ketika orang tua masih
hidup cara menghormatinya:
a. Memperlakukan keduanya
dengan sopan dan hormat,
b. Membantu pekerjaan di
rumah, mengikuti nasihatnya,
c. Membantu kehidupan
ekonominya.
4. Ketika orang tua sudah
meninggal, cara menghormatinya adalah:
a. Melaksanakan wasiatnya,
b. Menyambung dan
melanjutkan silaturahmi yang dahulu sudah dilakukan oleh kedua orang tua,
c. Menjaga nama baik
mereka,
5. Cara berbakti kepada
guru, antara lain dengan bersikap:
a. Rendah hati, sopan, dan
menghargai,
b. Melaksanakan nasihatnya,
c. Mengucapkan salam
apabila bertemu,
d. Memperhatikan apabila
diajak bicara di kelas,
e. Melaksanakan
perintahnya dengan ikhlas.
( Sumber : Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas VII Kemendikbud RI )
( Sumber : Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas VII Kemendikbud RI )
0 comments:
Post a Comment